Nama lengkap saya F*rliyani R*hmatia
N*ngsih. Panggil saja F*rli, maka sebuah do’a telah terpanjat
dibalik arti nama itu (artinya : ampunilah dosaku). Saya anak pertama dari
keluarga yang insyaAllah di rahmati oleh Allah selalu (Amiien..), karena ayah
saya bernama Pak R*hmat. Saya 3 bersaudara, selama tujuh belas tahun ini,
dan satu-satunya cucu perempuan di keluarga ayah, hingga pada akhirnya satu
lagi adik perempuan yang tak terduga lahir ke dunia ini. F*rdaus Nur*hmat S*tiawan, F*rza Ar*hmat
Maulana, dan Fauziah R*hmatia C*smirah adalah adik-adik yang
memotivasi saya untuk berusaha menjadi kakak yang baik agar dapat menjadi
contoh yang terbaik. Saya adalah anak pertama yang berselisih satu tahun dengan
adik saya (anak kedua), jadi bisa dikatakan saya tidak pernah tahu apa arti
dari kata manja.
Saya lahir di Surabaya,
9 Januari 1994, lebih tepatnya di Waru (perbatasan Siduardjo dan Surabaya)
Rumah Sakit Umum Surabaya. Besar disana hingga kelas 2 SD dan setelah itu saya
pindah ke Kota Cilegon – Jawa Barat (pada saat itu). Sebelumnya, ibu saya
berasal dari Makassar – Sulawesi Selatan, dan ayah berasal dari Cilegon -
Banten. Berbicara tentang asal daerah, tentunya sangat erat hubungannya dengan
kebudayaan atau adat yang dianut oleh masyarakat setempat, terutama bahasa
daerah. Saya dibesarkan di Surabaya yang notabennya menggunakan bahasa Jawa, hingga
saya tak pernah mengerti dengan bahasa kedua orang tua saya, juga teman-teman
di sekolah yang berbahasa sunda dengan halusnya, akhirnya kami berkomunikasi
dengan bahasa Indonesia sampai sekarang. Sebuah hikmah yang saya pelajari
ketika kecil, betapa kayanya negeri ini dengan adat dan budayanya, tapi alat
pemersatu selalu dapat mencegah perpecahan keanekaragaman bangsa. Berbanggalah dengan daerah kalian
masing-masing wahai pelestari kebudayaan, tapi ketika nama Indonesia tercetus,
kalian sungguh adalah satu.
Hobi saya membaca,
menulis dan berhitung. Berbicara mengenai hobi, sebenarnya hobi saya banyak.
Jika hobi didefinisikan sebagai hal / kegiatan yang disukai ketika mengerjakannya
maka hobi saya adalah berhitung, baca koran, baca novel (mulai dari novel
inspiratif, berwawasan luas, pembangun jiwa, sampai romance nuansa islami), bulu
tangkis, basket, masak, dll. Namun jika hobi diartikan sebagai kegiatan yang
paling sering dilakukan, tentu jawabannya adalah berpikir dan belajar. Karena
bagi saya setiap detik kehidupan adalah pelajaran yang begitu berharga yang
patut dipikirkan, dan semuanya tergantung pada kita yang memetik buah pelajaran
dari pohon kehidupan itu.
Tak jauh dari kata
hobi, pastilah timbul kata cita-cita. Cita-cita dari gadis kecil ini adalah
dokter, karena seperti di doktrin oleh orang tua untuk menyebutkan kata
“dokter” jika orang lain bertanya “kalau udah gede Lili mau jadi apa ?” itulah
anak kecil yang belum tahu banyak akan dunia di galaksi indahnya. Seiring
berjalannya waktu, saya menemukan keinginan yang merujuk pada sebuah propesi /
pekerjaan seperti (saat SD) model sampo, (saat SMP) menteri kesehatan, (saat
SMA) juru bicara kepresidenan, pembaca berita, reporter, duta bangsa / atase,
dosen, penterjemah, dll. Hingga saat-saat terakhir keinginan itu mengerucut
pada satu kata dengan keteguhan hati, yaitu (bismillah..) “dokter”.
Berbicara tentang
dokter, tahukah kalian mengapa saya menginginkan menjadi dokter ? Jawaban itu
saya temukan ketika saya duduk di bangku SMA di tahun terakhirnya. jawaban dari
do’a saya yang dikirim lewat heart messanger oleh malaikat2nya yang berbisik
dalam hati saya. Dokter adalah pekerjaan yang mulia. Belajar dengan giat dalam
waktu yang cukup lama serta latihan yang begitu menuntut propesional seorang
yang tulus. Cita-cita saya adalah mendirikan rumah sakit di Palestina, karena
dalam dunia peperangan, PMI dan wartawan dilindungi hak mereka untuk menunaikan
tugas dan amanahnya. Saya telah berjanji kepada diri saya sejak lama. Sejak
saya menyadari bahwa saya tidak memberi kontribusi kepada saudara muslim saya
disana. Maka, saya menyiapkan diri untuk mengubah sesuatu yang kecil dengan
perlahan tapi pasti, agar kelak saya dapat merubah sesuatu yang begitu besar. Juga
harapan ibu saya adalah agar kelak anak gadisnya dapat menjadi dokter. Itu
adalah sebagian kecil alasan, mengapa saya begitu menginginkan propesi dokter
sampai sekarang.
Pendidikan adalah hal
yang wajib untuk diperoleh bagi setiap generasi bangsa. Bangsa ini sungguh
membutuhkan para pejuang yang siap tak hanya melawan krisis global. Krisis
moral dan ideologi bangsa yang dirusak dengan lembutnya oleh para penjajah,
membuat bangsa ini membutuhkan para pejuang yang berpendirian teguh dan kuat
dalam rintangan dunia globalisasi. Maka, selama 12 tahun lebih saya mengenyam
pendidikan dari level terendah tersebut. Dalam proses itu saya selalu belajar
untuk memberi kontribusi kepada lingkungan sekitar saya, salah satu contohnya
adalah lomba-lomba baik dalam bidang akademik, maupun non akademik. (open this site if u think imprtant) http://nanonanonoonaorenz.blogspot.com/2009/08/bertualang-edukasi-adalah-hidupku_30.html
Masa kecil adalah masa
terindah dalam sebuah proses kehidupan. Anak kecil tidak pernah berpikir banyak
mengenai arti kehidupan, namun mereka menjalaninya dengan gembira dan
sederhana. Sebuah periode lama yang saya rindukan, dan membuat saya banyak
mengerti tentang pola pikir dan perilaku anak kecil. Hingga terbentuklah watak
atau karakter kepribadian saya saat ini. Beberapa orang menganggap saya suka
berprilaku anak kecil (menurut survei yang pernah saya lakukan), namun beberapa
orang mengatakan dewasa di dalam namun anak kecil diluar. Saya kurang dapat
mendeskripsikan diri saya dengan baik, karena menurut saya satu-satunya jawaban
objektif mengenai kepribadian seseorang adalah pendapat orang lain, bukan diri
mereka sendiri. Namun izinkan saya menyampaikan pendapat pribadi saya, mengenai
perbedaan anak kecil dan orang dewasa. Jikalau anak kecil ingin disayangi tidak
seperti orang dewasa yang ingin dihormati. Anak kecil tidak pernah memikirkan
resiko yang akan mereka hadapi jika mengambil suatu tantangan, namun orang
dewasa selalu memikirkan kembali tantangan mereka dengan matangnya hingga
resiko itu mampu mencapai nilai limit mendekati nol. Kemudian tidak menutup
kemungkinan, jika nilai limit itu terlalu jauh dari nol, orang dewasa cenderung
menghindari tantangan yang beresiko tersebut. Pada dasarnya anak kecil jauh
lebih berani menghadapi tantangan dibanding orang dewasa.
Berbicara mengenai
dunia anak kecil tentulah penuh dengan bermain dan belajar. Saya suka mengikuti
perlombaan walau tidak semua perlombaan yang saya ikuti itu menang. Sang Juara
adalah orang yang siap menang dan siap kalah. Itu saja pepatah yang menarik
diri saya untuk mendaftar jika ada perlombaan. Di masa SD dan SMP saya, orang
yang mengikuti perlombaan wajib mengikuti seleksi yang ketat di tingkat sekolah
dan setelahnya mengikuti penggemblengan yang begitu kuat tempaannya. Ketika
pihak sekolah mengetahui kemampuan suatu anak, maka anak itu akan dikirim
secara terus menerus untuk meraih nama baik sekolah, hingga tak membuka
kesempatan bagi orang lainnya dalam mengukir prestasi di sekolah tersebut.
Pelajaran fisika
mengantar saya keluar menuju dunia yang baru. Saya merasa sedang berada dalam roket yang bergerak dengan
kelajuan ribuan km per jam, menuju galaksi yang tak sempat terbayang oleh ruang
hampa di sudut otak kecil saya. Benar-benar tak pernah saya
bayangkan atau niatkan untuk menggeser gambar dokter dengan stetoskopnya dari
imajinasi saya. Bermula dari sains club SMP, hingga pelatihan selama 6 bulan
oleh sebuah institut terkenal di Bogor, saya mulai nyaman dan menyukai
pelajaran fisika. Fisika membawa saya dalam perjalanan panjang yang membuat
koleksi piala di etalase sekolah saya bertambah. Alhamdulillah. Esensi dari
kata tersebut tak pernah saya lupakan. Namun saya tidak pernah menyangka bahwa
fisika pula lah yang mengantarkan saya ke fakultas teknik UGM, seperti saat
ini.
Menurut buku yang
pernah saya baca, karangan salah satu trainer motivator nasional yang pernah
saya temui di IPB, mengatakan, “setiap manusia akan
mengalami titik baliknya. Dimana ketika ia sampai pada titik tersebut, dia akan
berbalik ke belakang untuk melihat kembali apa yang telah ia lakukan selama
ini, mengevaluasinya, dan mempertimbangkan lagi dengan matang untuk mengambil
langkah selanjutnya.” Itulah yang saya alami ketika masa SMA,
hadir ke dalam kehidupan saya.
Sedikit profil mengenai
SMA Negeri Cahaya Madani Banten Boarding School (SMAN CMBBS) adalah sekolah
negeri yang didirikan dan dibawahi langsung oleh propinsi untuk mendidik
putra-putri Banten yang diwakili semua kabupaten dan kota yang ada di Banten.
Semua siswa mendapat beasiswa penuh, 100%. SMAN CMBBS mengadopsi sistem sekolah
negeri unggulan pada proses belajar mengajar di pagi hari, dan untuk kegiatan
keasramaan sedikit mengadopsi dari kebijakan peraturan ponpes unggul G*ntor.
Hanya beberapa aspek yang diterapkan, hingga para siswa mengikuti peraturan ini
dengan seikhlasnya, tanpa paksaan sedikitpun. Tingkat solidaritas terhadap
teman satu angkatan begitu tinggi disini. Sekolah inilah yang membantu saya
mengerti apa itu jati diri, hingga pada akhirnya saya cukup menyadari jati diri
saya.
Sebenarnya, SMAN CMBBS
bukan sekolah yang saya favoritkan. Saya telah gagal mendapat sekolah impian
saya, karena tes bahasa Arab yang tak pernah sama sekali saya pelajari satu
kata pun. Namun siapa sangka, setelah bersekolah di SMA ini, saya menjadi wakil
koordinator bagian bahasa (Arab dan Inggris) di OSIS 2009. Itulah hikmah kawan,
dan begitu banyak lagi yang tak dapat saya sebutkan, dari keistimewaan sekolah
kami itu.
Dunia yang saya diami
ini, benar-benar terasa berubah setiap periodenya. Saya merasa pergeseran
perilaku, karakter, watak, dll seiring pertumbuhan sekolah berumur jagung ini.
Kami adalah perintis. Kamilah yang memberi kesan pertama kepada dunia,
bagaimana lulusan yang berkarakter dan berpondasi iman dan taqwa. Tak perlu
butuh waktu yang lama untuk menjelaskan siapa kami untuk orang yang tidak
melihat buku dari sampulnya. Namun kami mempunyai solusi untuk orang yang
jaringan antar akson dan dendritnya cukup bermasalah.
Kehidupan asrama
benar-benar dunia baru bagi lembaran hidup saya. Pada awalnya saya mengira
semuanya akan monoton karena semua kegiatan tertata dan terjadwal dengan rapi.
Semua dilakukan dengan mandiri. Peraturan yang memaksa kami membuat suatu
kebiasaan yang pada akhirnya menanam keikhlasan dalam melakukannya. Semua ada
prosesnya. Walau pada awalnya terasa begitu berat melakukan revolusi tatanan
kehidupan, namun pergerakan ke arah yang positif tetap harus ditempuh. Meskipun
tiap harinya berjalan dengan kegiatan yang tidak jauh berbeda dengan hari
sebelumnya, namun esensi nilai kehidupan yang saya dapatkan tak mampu saya
jabarkan dalam lembaran yang menunggu tinta untuk dituangkan.
Begitu banyak orang
hebat yang saya temukan dalam masa peralihan itu. Orang-orang hebat itu seolah
mengajak saya dalam sebuah jalan lurus yang tak saya ketahui arahnya, yang saya
tahu mereka menunggu saya di tempat yang bercahaya. Guru-guru dan al mukarrom
asatidz yang dapat memancarkan kharisma dengan pancaran aura tersendiri sungguh
dapat saya rasakan. Ketulusan beliau dalam menyampaikan ilmu dunia dan akhirat
membuat saya mengevaluasi diri secara besar-besaran. Jati diri itu mulai terlihat
dari pelupuk mata ini, yang rumit untuk saya jabarkan melalui rangkaian
kata-kata.
Saya seperti tumbuh
menjadi manusia baru yang entah bahan bakar apa yang saya gunakan, sehingga
semangat kehidupan selalu terasa panas dalam hati ini. Saya tertarik dalam
mengkritisi kebijakan pemerintah di dalam maupun luar negeri. Saya tertarik
dalam mendalami pola pikir setiap orang yang saya jumpai. Mungkin awalnya saya
selalu diam, itu karena saya sedang membaca karakter orang lain, dan menerka
arah pola pikir mereka. Saya tertarik untuk menarik orang lain agar berada
dalam arah yang sama dengan pola pikir saya. Tanpa saya sadari saya cukup
pandai bermain dengan fakta, menghubungkan dengan logika, dan menghasilkan
solusi penyelesaian sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Ya, saya mulai
tertarik dalam kegiatan debat, yang membuat saya nyaman dalam posisi abu-abu.
Ketika permainan menugaskan saya untuk mendukung suatu permasalahan, saya
mempunyai argumen yang kokoh untuk membelanya, dan ketika itu pula argumen lain
timbul dari sudut otak saya yang lain untuk mematahkan argumen sebelumnya.
Itulah permainan debat, bukan debat sesungguhnya untuk diimplementasikan dalam
kenyataan yang menjunjung keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan perlombaan
debat benar-benar mempengaruhi proses pembentukan kepribadian saya. Lomba-lomba
pada awalnya berjalan dengan baik, hingga suatu hari sebuah lomba yang
menyadarkan saya pelajaran baru yang terlupa. Akhirnya saya memutuskan untuk
pensiun dari dunia abu-abu itu, yang membuat saya menjadi orang tidak konsisten
dalam menghadapi permasalahan (pandangan pribadi). Tidak berhenti disitu kawan,
saya diberi kesempatan untuk membimbing adik-adik saya dan menemani mereka
dalam perjalanan lomba di mana pun dan kapan pun. Hikmah uang saku untuk biaya
bimbel persiapan snmptn saya peroleh. Semoga sedikit ilmu yang pernah saya
sampaikan membawa manfaat bagi orang banyak kelak. Amien.
Kisah putih abu-abu
yang baru saja berlalu merupakan khusnul khotimah insyaallah. Akhir yang baik.
Saya bersama teman seangkatan datang dari dunia berbeda untuk belajar tinggal
di dunia Madani, dan setelah itu kami akan menghadapi dunia yang sesungguhnya.
Saatnya kami menyongsong cita-cita yang telah lama kami rajut. Saya tersadar
pada sebuah pelajaran, masa dewasa itu telah datang dan hangat menyambut
para remaja dini.
Wahai teman, tak pernah
sedikitpun saya berpikir untuk belajar dalam dunia teknik, apalagi teknik
nuklir. Saya memang selalu berdo’a dan berusaha untuk cita-cita saya, juga
banyak hal baru yang saya baru pertama kali saya terpkan demi mensukseskan
cita-cita yang indah itu. walau tak pernah sama sekali berdo’a agar saya diterima
di teknik nuklir – UGM ini, tapi inilah jawaban dari do’a dan kerja keras saya.
Ada Yang Maha Mengetahui yang terbaik bagi saya,
dan pelajaran tawakal baru kali ini saya terapkan seumur hidup saya. Sebuah
kesuksesan tidak hanya dinilai dari hasilnya, namun prosesnya. Pelajaran rasa bersyukur itu, harus saya ulangi agar menjadi
ahli. Itulah jawaban sang Illahi. :)
Cita-cita adalah pencapaian
suatu kegiatan yang diinginkan oleh setiap orang, agar ia merasa puas akan
usaha yang telah ia lakukan untuk mengejarnya. Cita-cita saya yang sebenarnya
bukanlah dalam bentuk propesi / pekerjaan, namun sebuah harapan untuk bisa
memenuhi keinginan orang tua agar mereka tersenyum bangga melihat anaknya
dewasa. Betapa besar keinginan orang tua saya untuk menyekolahkan putrinya
dalan memperoleh pendidikan di pelataran Teknik fisika UGM ini, dan saya pun
tak berkeberatan menunaikan tugas mulia ini. Semoga Allah selalu meridhai jalan
yang saya tempuh. Aamiin. Itu harapan di lingkup keluarga, di lingkup bangsa
dan negara, saya ingin melakukan suatu hal kecil, yang jika dilakukan
terus-menerus dapat memberi kontribusi besar dalam pembangunan negara, juga dunia.
***
Saya berprinsip bahwa orang HEBAT bukanlah orang yang SUKSES, namun orang yang selalu berusaha
untuk menjadi SUKSES. Dan orang yang SUKSES bukanlah orang yang HEBAT, namun orang yang selalu berusaha untuk menjadi HEBAT. Karena proses jauh lebih berharga
dari hasil, dan baru-baru ini saya diingatkan oleh satu hal besar, bahwa sukses
/ hebat saja tidak cukup jika tidak MULIA. Maka jadilah orang yang selalu berusaha menjadi hebat / sukses
juga MULIA, agar kita dimuliakan juga oleh-Nya. Amin.
Mohon maaf jika dalam
tulisan saya terkesan berlebihan dan hal lain yang tidak disukai oleh pembaca.
Adalah suatu kewajaran bagi mahasiswa untuk menjunjung idealisme. Namun jika di
tengah perjalanan, mahasiswa itu terlupa dari makna idealis, adalah suatu
proses bagi dirinya dalam melatih konsistensi diri. Terkadang jatuh itu penting
agar ia belajar bagaimana caranya bangkit, berdiri tegak, kembali berjalan, dan
berlari, hingga keajaiban datang dan ia terbang.
**Gadis
kecil yang mencoba beranjak dewasa n_n