Ada getaran dalam hatiku, benar benar bergetar kuat, seolah menggoncang seluruh organ dalam tubuhku. Tanganku dingin membeku tak hentinya mengeluarkan uap jenuh sedingin salju. Tanpa sadar gigiku bergemeretak. Serambi jantungku memompa cepat darahku. Pembuluh darah seolah mengalir dengan kecepatan 1000 km/jam. Aku terhenti sejenak, menyadari reaksi jasmaniku ini. Aku menghela nafas panjang, seolah memasukan ion positif yang akan menyeret ion negative keluar jauh dari dalam rohani ini. Aku tahu yang sedang kulakukan saat itu, aku menulis puisi ini (Saat pelajaran bhs Indonesia) .…
Hilangnya Saudara Sejati
Ketika hidup tertantang zaman
Perubahan bergeser ke arah yang tak tentu
Terlupa dari syariat iman
Peperangan sejati melawan Sekutu
Ke mana… perginya teman sejati
Setelah hidup sendiri di kebisingan dunia ini
Di mana … lagi harus mencari
Ketika penjuru dunia telah dijejaki
Aku tau mereka bersembunyi
Terbuai manis kebodohan di sekitarnya
Aku tahu mereka memahami
Jeritan ketakutan saudaranya
Mereka tak tampak juga tak lari
Mereka tersudut menunggu keajaiban
Mereka tak bersedih juga tak bahagia
Mereka tak henti memohon kepada ILLAHI
Untuk saudarasaudaraQu di Palestina
Oleh : F*RL*YANI
Ketika hidup tertantang zaman
Perubahan bergeser ke arah yang tak tentu
Terlupa dari syariat iman
Peperangan sejati melawan Sekutu
Ke mana… perginya teman sejati
Setelah hidup sendiri di kebisingan dunia ini
Di mana … lagi harus mencari
Ketika penjuru dunia telah dijejaki
Aku tau mereka bersembunyi
Terbuai manis kebodohan di sekitarnya
Aku tahu mereka memahami
Jeritan ketakutan saudaranya
Mereka tak tampak juga tak lari
Mereka tersudut menunggu keajaiban
Mereka tak bersedih juga tak bahagia
Mereka tak henti memohon kepada ILLAHI
Untuk saudarasaudaraQu di Palestina
Oleh : F*RL*YANI
Apa sebenarnya yang aku rasakan hari itu, saat itu, detik itu ??
Tanganku pun tak sanggup untuk menumpahkan kata-kata sehingga membuat antrian panjang dalam otakku. Sungguh seperti ada api yang berkobar hebat dari dalam hati menuju otak bodoh ini. Kekecewaan mendalam, tangisan dan jeritan di kesunyian yang tak terdengar. Mereka begitu jahat, aku pun jahat, sanak saudara serta teman-temanku juga jahat. Bahkan aku pun malu untuk mengatakan khilaf kepada ILahi Rabbi atas kejahiliyahanku ini. Aku memahami kesadaranku ini sudah lama tertidur dan terbangun ketika Ust. M*chL*s*n memutarkan videonya yang berjudul “S*H*I*F*T your Paradigm*!! ”, beberapa saat sebelum pelajaran Hereditas. Bahkan ketika itu aku tak dapat mengontrol kelenjar lakrimal untuk menghentikan produksi air mata ini. Aku malu pada teman temanku yang dapat menahan emosinya yang sebenarnya sama atau bahkan lebih dariku. Aku sungguh bodoh, lemah tidak berdaya, tak tau apa yang harus kulakukan. Dalam larutan kesedihan itu, aku memejamkan mata yang membawaku ke dalam ruangan hampa yang begitu gelap dimana aku tau ada Allah yang sedang melihatku memohon dan siap mendengarkan permintaan ku.
Aku berdo’a..
( … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …) Amiien…
Pada saat itu satu pintu hidayahku terbuka kembali.
Alhamdulillah..
Aku berdo’a..
( … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …) Amiien…
Pada saat itu satu pintu hidayahku terbuka kembali.
Alhamdulillah..
No comments:
Post a Comment